1 Abo und 0 Abonnenten

Pentingnya Menyaring Informasi Dengan Logika

Pentingnya Menyaring Informasi Dengan Logika

Di zaman ini, semua dituntut serba cepat, termasuk informasi mampu kita dapatkan dalam hitungan detik. Namun, setiap informasi yang berada di tangan kita, perlu rasanya kita saring dahulu menggunakan logika sebelum kita menjadikan informasi itu sebuah pegangan. Dalam ilmu mantiq, sebuah informasi itu punya tiga kemungkinan, ada kalanya kabar itu sebatas dugaan (dzon), ada kalanya info itu hanya isu semata (wahm), maupun kabar yang menyajikan fakta yang didukung bukti yang kuat (‘ilm). Kita perlu masukan logika dan rasa yang sehat agar kita mampu bertindak dan berkata benar setelah menerima sebuah informasi.
Qodhi ‘Adhuddiin berkata, logika itu punya dua mata sisi yang merupakan kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, logika mampu memetik hikmah dari sebuah informasi, sedang kelemahannya, logika ternyata mudah menipu pemiliknya dan tertipu oleh faktor lain. Keseimbangan logika ini juga perlu dijaga, lanjut Qodhi ‘Adhuddiin. Kalau terlalu bertumpu pada logika, maka kehilangan kepekaan dalam memetik hikmah dan akhirnya menipu diri. Sedangkan bila tidak digunakan, maka akan muncul bermacam-macam kebodohan. Baik bodoh biasa (jahlun Basith) maupun kebodohan yang berlipat-lipat (Jahlun Murokkab). Beliau melanjutkan, perlu adanya penyeimbang yang berupa rasa, baik kebencian (marah, muak ) maupun keinginan (suka, cinta).
Ada dawuh dari KH. Q. Ahmad Syahid Bandung yang mampu menggambarkan dan menuntut kita dalam mencari keseimbangan logika dan rasa ini. Beliau dawuh, dalam memahami sesuatu itu pertama kali gunakanlah pengetahuanmu, segala perasaan benci atau cinta, singkirkan lebih dulu.
Penjelasannya, kalau kita baru saja menerima informasi, janganlah kita dahulukan rasa, sentimen dan stigma yang sudah terukir di otak kita. Seperti ungkapan Imam Abu Hasan Al-Asy’ary ra, lihatlah apa yang diucapkan, jangan lihat siapa yang mengucapkan. Kita harus mendahulukan pengetahuan, agar semua perasaan yang kita punya itu berawal dari pemahaman yang kita terima yang kemudian diolah oleh logika. Setelah memahami masalah dan menarik kesimpulan dengan logika, hati nurani otomatis akan meresapi kesimpulan (hikmah) itu melalui rasa yang kemudian menghasilkan keputusan benar atau salah, efektif atau tidak, bisa ditiru atau tidak dan lain-lain. Maka dari itu, agar rasa yang kita ekspresikan itu mendekati kebenaran, perlu kita mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya dan sedetail mungkin, sehingga kesimpulan yang kita buat tidak salah dan menipu diri kita.
Andaikan begitu kita menerima informasi lantas kia mendahulukan rasa, sentimen dan stigma, maka lahirlah kesimpulan yang membabi buta. Dari situlah lahir ungkapan “pokoknya dia selalu salah” atau “pokoknya dia selalu benar”. Perbuatan seperti itu hanya akan menimbulkan tertutupnya segala kemungkinan dan kebenaran. Kematian ilmu pengetahuan pun juga disebabkan oleh pikiran seperti itu, sehingga terciptalah kebuntuan dan kebodohan.
Seperti cerita anekdot, ketika seorang supir bentor (becak bermotor) menyetir bentornya yang berisi seorang turis dengan laju kencang dan tidak peduli sekitar. Sehingga tidak sadar di depannya teronggok batu besar di jalan. Sang turis pun berteriak “Hajar… Hajar… !!”
Terprovokasi teriakan sang turis, emosi supir bentor pun meledak, dia malah menarik gas bentornya. Sang turis pun berteriak-teriak lebih kencang. Dengan kecepatan maksimal, bentor pun menerjang batu besar di tengah jalan. Mengkureplah bentor beserta isinya.
Ternyata masalah sebenarnya, sang supir bentor tidak paham apa yang diteriakkan sang turis. La wong turisnya itu orang arab, otomatis ketika dia melihat ada batu di tengah jalan, dia berteriak “Hajar” yang artinya “Batu”. Sang turis bermaksud memperingatkan ada batu di tengah jalan, dikarenakan supir bentor kurang pengetahuan sehingga mengkureplah mereka.
Sumber : Fahmi Ali N. H.

http://www.sarkub.com/pentingnya-menyaring-informasi-dengan-logika/